Cara Agar Pakan Alami Ikan Bandeng Cukup Tersedia

Bisakah Ikan Bandeng Tumbuh Dengan Baik Hanya Dengan Mengandalkan Pakan Alami Saja?
Ikan bandeng adalah ikan pangan populer di Asia Tenggara. Ikan ini merupakan satu-satunya spesies yang masih ada dalam suku Chanidae. Dalam bahasa Bugis dan Makassar dikenal sebagai ikan bolu, dan dalam bahasa Inggris milkfish 
Ketersediaan pakan alami pada tambak bandeng. Seiring meningkatnya ukuran ikan maka ketersediaan pakan alami akan semakin menipis. Oleh karena itu diperlukan rekayasa teknologi agar ketersediaan pakan alami tetap tersedia hingga bandeng mencapai ukuran panen.

Pengalaman penulis dalam mensiasati pakan alami berupa lumut dan klekap tetap mencukupi kebutuhan bandeng hingga panen adalah melakukan pemupukan secara bertahap. Pupuk yang digunakanpun bukan pupuk kimia melainkan pupuk organik bokhasi dari kotoran ternak dan limbah pertanian lainnya. Membuat sendiri pupuk organik bokhasi tidaklah sulit, karena semua bahan bakunya cukup tersedia, seperti kotoran ayam, dedak, jerami padi dan lainnya. Bahan baku pembuatan pupuk bokhasi itu tidak dibeli, cukup datang ambil ke tempat peternakan ayam. Bahkan jerami padi selama ini hanya dibakar oleh petani tidak dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan pupuk.
Ikan bandeng (Chanos chanos) sebagai komoditas budi daya telah banyak dikenal masyarakat sejak lama (Prasetio & Erlania, 2009). Ikan ini dikenal masyarakat umum yang hidup di air payau dan asin. Menurut (Kartamiharja, 2009) ikan bandeng termasuk jenis ikan pemakan plankton, yang bersifat euryhaline sehingga, dapat hidup di air tawar maupun asin. Ikan bandeng dikenal oleh masyarakat sebagai ikan yang hidup di air payau atau ikan yang berasal dari tambak.
Ikan bandeng yang dalam bahasa latin adalah Chanos chanos, bahasa Inggris Milkfish, dan dalam bahasa Bugis Makassar Bale Bolu, pertama kali ditemukan oleh seseorang yang bernama Dane Forsskal pada Tahun 1925 di laut merah.
Menurut Sudrajat (2008) taksonomi dan klasifikasi ikan bandeng adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Class : Osteichthyes
Ordo : Gonorynchiformes
Family : Chanidae
Genus : Chanos
Spesies : Chanos chanos
Nama dagang : Milkfish
Nama lokal : Bolu, muloh, ikan agam
Disinilah peran penulis sebagai penyuluh untuk mencontohkan pemanfaatan bahan organik dalam menstabilkan ketersediaan makanan alami di tambak agar bandeng cepat bongsor (gemuk).
Untuk membuat pupuk organik bokhasi cukup disiapkan 200 kg jerami atau sisa hijauan daun pisang, 600 kg kotoran ternak ayam yang telah kering, 50 kg serbuk gergaji atau dedak, 50 kg arang sekam, 100 kg humus, 1 liter larutan dekomposer (EM4) dan 1 kg gula pasir atau molase.

Cara membuatnya, cacah jerami atau hijauan kecil-kecil, campuran bahan-bahan organik yang telah disiapkan, aduk hingga merata dengan cangkul atau sekop. Tambahkan kapur pertanian (Ca) untuk memperkaya kandungan hara pupuk bokashi yang dihasilkan. Selanjutnya encerkan larutan EM4, ambil 1 liter larutan campurkan dengan 200 liter air bersih dan 1 kg gula pasir. Kemudian siramkan pada campuran bahan baku sambil diaduk. Atur kelembaban hingga mencapai 30-40%. Untuk memperkirakan tingkat kelembaban, kepalkan campuran hingga bisa menggumpal tapi tidak sampai mengeluarkan air. Apabila kelembabannya kurang, tambahkan air secukupnya. Sebaiknya bahan-bahan tersebut ditutup plastik agar suhu fermentasi hingga maksimal 45 derajat Celsius. Setelah 15-20 hari pupuk organik bokhasi sudah jadi dan siap ditebar di tambak.

Aplikasi awal sebelum tebar nener (bibit bandeng) pastikan petakan tambak sudah bebas hama. Masukkan air pada saat pasang sampai tanah dasar tambak macak-macak. Tebar pupuk organik bokhasi sebanyak 1.000 kg tergantung kondisi tanah dasar tambak (berpasir/lempung berpasir/liat berpasir) semakin tinggi kandungan pasirnya maka dosis bokhasi makin ditingkatkan. Biarkan tanah tambak selama 3-5 hari lalu masukkan air kembali sampai ketinggian 30 cm di atas pelataran, setelah kena sinar matahari klekap akan tumbuh. Air tambak dinaikkan sampai 50 cm lalu tebar nener gelondongan sebanyak 3.000 ekor/ha.

Seiring dengan makin bertambah besarnya bandeng maka secara bertahap air tambak ditinggikan hingga 70 cm tujuannya disamping bandeng bebas bergerak juga untuk memancing tumbuhnya lumut dan tumbuhan air hydrilla (sampine, bahasa lokal petambak).

Jika ketersediaan klekap menipis maka air tambak disurutkan hingga tanah dasar macak-macak untuk pemupukan susulan bokhasi. Pada saat itu bandeng berlindung di parit keliling tambak. Jika tanah dasar tambak berubah warna dari coklat menjadi hijau berarti klekap sudah tumbuh. Selanjutnya air tambak ditinggikan agar bandeng menikmati makanan alami yang sudah tersedia kembali.
Selama masa pemeliharaan 3-4 bulan ukuran size bandeng sudah ada mencapai 3 ekor/2 kg. Maka pada saat itu mulai dilakukan panen parsial (penjarangan).

Jika kondisi harga pasaran bagus sebaiknya dilakukan panen total. Namun ada sebagian petambak sudah merencanakan target panen disesuaikan dengan saat harga ikan tinggi, misalnya saat menjelang hari raya Idul Fitri/Idul Adha, Imlek, tahun baru, dan musim hajatan. Panen parsial juga penting dilakukan dengan pertimbangan daya tampung tambak sudah maksimal. Kondisi ini dicirikan dengan pertumbuhan ikan yang mulai melambat atau bahkan terlihat gejala ikan kekurangan oksigen (lebih banyak berenang dipermukaan/megap-megap) pada pagi hari sebelum terbit matahari. Dengan panen parsial maka daya dukung lingkungan akan lebih tinggi dan ruang gerak ikan lebih luas, sehingga ikan yang tersiasa laju pertumbuhannya makin cepat.
Ikan bandeng termasuk jenis ikan eurihalin, sehingga ikan bandeng dapat dijumpai di daerah air tawar, air payau, dan air laut. Selama masa perkembangannya, ikan bandeng menyukai hidup di air payau atau daerah muara sungai. Ketika mencapai usia dewasa, ikan bandeng akan kembali ke laut untuk berkembang biak (Purnomowati, dkk., 2007). Pertumbuhan ikan bandeng relatif cepat, yaitu 1,1-1,7 % bobot badan/hari (Sudrajat, 2008), dan bisa mencapai berat rata-rata 0,60 kg pada usia 5-6 bulan jika dipelihara dalam tambak (Murtidjo, 2002).

Ikan bandeng mempunyai kebiasaan makan pada siang hari. Di habitat aslinya ikan bandeng mempunyai kebiasaan mengambil makanan dari lapisan atas dasar laut, berupa tumbuhan mikroskopis seperti: plankton, udang renik, jasad renik, dan tanaman multiseluler lainnya. Makanan ikan bandeng disesuaikan dengan ukuran mulutnya, (Purnomowati, dkk., 2007).

Secara morphologi ikan bandeng dewasa masih sulit dibedakan antara jantan dan betina, baik mengenai morphologi, ukuran,warna sisik, bentuk kepala dan lain-lainnya. Namun pada bagian anal (lubang pelepasan) pada induk ikan bandeng yang matang kelamin menunjukkan bentuk anatomi yang berbeda antara ikan bandeng jantan dan ikan bandeng betina. Walaupun demikian perlu suatu pengetahuan/ketrampilan yang khusus untuk mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi selama induk matang kelamin.

Sumber: Abdul Salam Atjo, Penyuluh Perikanan BP4K Pinrang, dengan editing dan tambahan informasi dari sumber lainnya


Blog, Updated at: 04:36:00